Alhamdulillahirabbilalamin. Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan kesempatan kepada ane yang akhirnya posting setelah lama vakum karena ane lagi UAS. hoho
Anda pasti pernah lupa sahur dan kemudian lupa niat. Tapi Anda belum makan sampai siang hari.
Niat
wajib dilakukan jika hendak berpuasa, baik puasa wajib seperti puasa
Ramadhan, puasa nadzar, puasa kaffaroh, puasa Qodho', dan lain lain, maupun puasa
sunnah seperti puasa Arofah, puasa Asyuro', puasa putih, puasa
senin-kamis, dan lain lain. Bahkan niat ini wajib dilakukan pada seluruh ibadah
mahdhoh apapun jenisnya. Semua ibadah yang tidak disertai niat, maka
ibadah tersebut tidak sah. Dalil wajibnyam niat adalah hadis berikut:
Dari
Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung
niatnya, dan tiap orang mendapatkan apa yang diniatkan."
(H.R. Bukhari)
Berdasarkan
hadis di atas, orang yang menahan diri dari makan dan minum tapi tidak
berniat ibadah, misalnya karena mogok makan, maka dia tidak mendapatkan
pahala apapun.
Hanya
saja, terkait puasa sunnah, niat boleh dilakukan di siang hari meskipun
setelah terbit fajar. Dalil yang menunjukkan kebolehan ini adalah hadis
berikut ini:
Dari
Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata; Pada suatu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menemui dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" kami
menjawab, "Tidak." Beliau bersabda: "Kalau begitu, saya akan berpuasa."
(H.R. Muslim)
Dalam
hadis di atas, Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam berpuasa sunnah.
Ketika niat puasa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam ternyata
dilakukan di siang hari, yakni setelah terbut fajar karena beliau tidak
mendapati makanan di rumahnya yang bisa diimakan, maka hal ini
menunjukkan puasa sunnah boleh diniatkan di siang hari.
Sejumlah shahabat seperti Abu Ad-Darda', Ibnu Abbas, Hudzaifah, Abu Thallah dan Abu Hurairah juga memiliki kebiasaan seperti Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam ini. Yakni berniat puasa sunnah di siang hari jika tidak mendapatkan makanan yang bisa di makan di rumahnya. Bukhari meriwayatkan;
Sejumlah shahabat seperti Abu Ad-Darda', Ibnu Abbas, Hudzaifah, Abu Thallah dan Abu Hurairah juga memiliki kebiasaan seperti Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam ini. Yakni berniat puasa sunnah di siang hari jika tidak mendapatkan makanan yang bisa di makan di rumahnya. Bukhari meriwayatkan;
Ummu
Ad-Darda' berkata: Kebiasaan Abu Ad-Darda' jika bertanya: Apakah ada
makanan?,lalu kami menjawab: Tidak, maka beliau berkata; Aku puasa hari
ini. Abu Tholhah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Hudzaifah juga melakukan
kebiasaan ini.
(H.R. Bukhari)
Adapun hadis yang mewajibkan niat harus di malam hari sebelum terbit fajar, misalnya hadis berikut ini;
Dari
Hafshah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka ia dianggap tidak berpuasa."
(H.R. An-Nasai)
Lafadz lain berbunyi;
Dari
Hafshah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit
fajar, tidak ada puasa baginya."
(H.R. An-Nasai)
Hadis
ini dan yang semakna dengannya hanya berlaku bagi puasa wajib. Artinya
puasa wajib niatnya harus di malam hari sebelum terbit fajar, sementara
puasa sunnah niatnya boleh di malam hari sebelum terbit fajar dan boleh
juga di siang hari. Dengan kata lain, hadis yang membolehkan niat puasa
di siang hari telah mentakhsish keumuman hadis yang memerintahkan
berniat di malam hari.
Menafsirkan bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam telah berniat puasa sunnah di malam hari pada hadis Aisyah di atas, demi menguatkan pendapat bahwa niat puasa sunnah tetap wajib di malam hari adalah takwil yang terlalu jauh, yang tidak didukung riwayat maupun siyaq (konteks) hadis Aisyah.
Hanya saja, untuk keabsahan berniat puasa sunnah di siang hari disyaratkan tidak boleh makan apapun sebelum niat tersebut termasuk semua hal yang membatalkan puasa seperti minum, jimak, dll. Jika hal-hal yang membatalkan puasa itu dilakukan sebelum berniat, maka niat puasa sunnah sesudah itu tidak sah.
Menafsirkan bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam telah berniat puasa sunnah di malam hari pada hadis Aisyah di atas, demi menguatkan pendapat bahwa niat puasa sunnah tetap wajib di malam hari adalah takwil yang terlalu jauh, yang tidak didukung riwayat maupun siyaq (konteks) hadis Aisyah.
Hanya saja, untuk keabsahan berniat puasa sunnah di siang hari disyaratkan tidak boleh makan apapun sebelum niat tersebut termasuk semua hal yang membatalkan puasa seperti minum, jimak, dll. Jika hal-hal yang membatalkan puasa itu dilakukan sebelum berniat, maka niat puasa sunnah sesudah itu tidak sah.
Ibnu Qudamah mengatakan;
Diantara
syaratnya adalah belum makan sebelum berniat, dan juga tidak melakukan
apapun yang membatalkan puasa. Jika melakukan apapun dari hal-hal
tersebut, maka puasanya tidak sah tanpa ada perselisihan yang kami
ketahui.
(Al-Mughni, vol.6, hlm 54)
At-Thohawy meriwayatkan;
Dari
Ibnu 'Abbas bahwasanya beliau berada di pagi hari hingga waktu dhuhur,
kemudian beliau berkata; Demi Allah aku telah berada di waktu pagi
sementara aku tidak menginginkan/berniat puasa. Dan aku tidak makan
makanan ataupun minuman apapun di hari ini. Aku sungguh akan berpuasa
hari ini.
(Ma'ani Al-Atsar, vol.4, hlm 104)
Mengenai Puasa Ramadhan. Dari hal ini timbullah berbagai pandangan dari:
- Mazhab Malikiyah: Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.
- Mazhab Syafi'iyah: Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadlan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadla', nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari. Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada 'Aisyah: 'Apakah kamu mempunyai makanan?'. Jawab 'Aisyah: 'Tidak punya'. Terus Nabi bilang: 'Kalau begitu aku puasa'. Lantas 'Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: 'Adakah sesuatu yang bisa dimakan?'. Jawab 'Aisyah: 'Ada'. Lantas Nabi berkata: 'Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa'.
- Mazhab Hambaliyah: Tidak beda dari Syafi'iyah, mazhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semupa jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi'iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).
Dan pendapat yang terakhir inilah (bolehnya niat puasa sunat walaupun telah lewat Dhuhur) yang paling kuat.
(Menurut Dr. Wahbah
al-Zuheily.)
Catatan:
Kecuali kalau dia baru mendengar kabar hilal ramadhan di pagi hari, maka ketika itu hendaknya dia berpuasa dan puasanya syah, karena tidak mungkin bagi dia untuk kembali berniat di malam hari.
Tentang Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh
Apakah Syah Berniat Di Awal Ramadhan Untuk Sebulan Penuh?
Pendapat yang menyatakannya syahnya adalah pendapat Zufar, Malik, salah satu riwayat dari Ahmad dan salah satu riwayat dari Ishaq.
Hal itu karena puasa ramadhan adalah satu kesatuan, sama seperti rangkaian ibadah haji yang cukup diniatkan sekali.
Sementara jumhur ulama berpendapat wajibnya berniat setiap malamnya berdalilkan hadits Hafshah dan Ibnu Umar di atas.
Mereka mengatakan: Karena jumlah malam dalam ramadhan adalah 29 atau 30 hari maka wajib untuk memalamkan niat pada tiap malam tersebut.
Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang pertama, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah dan Syaikh Ibnu Al-Utsaimin.
Akibat perbedaan pendapat ini nampak pada satu masalah yaitu:
Jika seorang yang wajib berpuasa pingsan atau tidur sebelum terbenamnya matahai dan baru sadar atau bangun setelah terbitnya fajar kedua. Maka menurut pendapat mayoritas ulama, dia tidak boleh berpuasa dan puasanya tidak syah walaupun dia berpuasa, sementara menurut pendapat yang kedua dia boleh berpuasa dan puasanya syah karena telah berniat di awal ramadhan.
Pendapat yang menyatakannya syahnya adalah pendapat Zufar, Malik, salah satu riwayat dari Ahmad dan salah satu riwayat dari Ishaq.
Hal itu karena puasa ramadhan adalah satu kesatuan, sama seperti rangkaian ibadah haji yang cukup diniatkan sekali.
Sementara jumhur ulama berpendapat wajibnya berniat setiap malamnya berdalilkan hadits Hafshah dan Ibnu Umar di atas.
Mereka mengatakan: Karena jumlah malam dalam ramadhan adalah 29 atau 30 hari maka wajib untuk memalamkan niat pada tiap malam tersebut.
Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang pertama, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah dan Syaikh Ibnu Al-Utsaimin.
Akibat perbedaan pendapat ini nampak pada satu masalah yaitu:
Jika seorang yang wajib berpuasa pingsan atau tidur sebelum terbenamnya matahai dan baru sadar atau bangun setelah terbitnya fajar kedua. Maka menurut pendapat mayoritas ulama, dia tidak boleh berpuasa dan puasanya tidak syah walaupun dia berpuasa, sementara menurut pendapat yang kedua dia boleh berpuasa dan puasanya syah karena telah berniat di awal ramadhan.
Referensi:
- THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)
- [Al-Mughni: 3/9, Al-Majmu’: 6/302, Kitab Ash-Shiyam: 1/198-199, Asy-Syarhul Mumti’: 6/369, dan At-Taudhih: 3/151]
- [Al-Mughni: 3/7, Al-Majmu’: 6/289-290, An-Nail: 4/196, dan Al-Muhalla no. 728]
Sumber: pesantren virtual, suara Islam dan al-atsariyyah
0 comments:
Post a Comment